Sukses

Bareskrim Polri Tidak Tarik Kasus Kematian Bripka Arfan Saragih dari Polda Sumut, Ini Alasannya

Mabes Polri menyatakan, kasus kematian Bripka Arfan Saragih masih ditangani Polda Sumatera Utara. Hal itu menyusul permintaan keluarga agar perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri.

Liputan6.com, Jakarta - Mabes Polri menyatakan, kasus kematian Bripka Arfan Saragih masih ditangani Polda Sumatera Utara. Hal itu menyusul permintaan keluarga agar perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri.

“Saat ini kasus itu masih ditangani Polda Sumut. Jadi sesuatu yang diambil alih penuh pertimbangan ketika ada kasus di wilayah a dan b, maka ditarik ke Polda. Atau kasus ditangani Polda ditarik ke Mabes. Nah sepanjang kasus itu masih bisa ditangani oleh jajaran, maka kasus itu tetap dijalani di jajaran,” tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Jumat (2/6/2023).

Ahmad menegaskan, sepanjang Mabes Polri masih menilai belum perlu adanya pengambilalihan atas suatu kasus, maka perkara tersebut akan tetap ditangani oleh jajaran penerbit Laporan Polisi (LP) hingga tuntas.

“Kasus itu biar ditangani di sana. Kecuali nanti kasus itu dianggap perlu ditangani oleh Mabes maka kita tarik. Saat ini kasusnya biar berproses di sana dulu. Kita bukan, belum menilai untuk ditarik. Biar saja kasus itu ditangani Polda Sumut. Tidak semua kasus harus ditarik ke Mabes,” kata Ahmad.

Keluarga almarhum Bripka Arfan Saragih menyambangi Mabes Polri, Jakarta Selatan. Didampingi kuasa hukum, Kamaruddin Simanjuntak, mereka bermaksud meminta agar Bareskrim Polri mengambil alih kasus kematian Bripka Arfan Saragih.

“Hampir 6 bulan atau 5 bulan tepatnya tidak berjalan di Sumatera Utara, maka kami ke sini memohon kepada Kabareskrim supaya kasus ini diambil alih ke Jakarta,” tutur Kamaruddin di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (31/5/2023).

Kamaruddin menyatakan tengah menyiapkan surat untuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, Irwasum Polri Komjen Ahmad Dofiri, dan Kadiv Propam Polri Irjen Syahardiantono. Mereka diminta agar memerintahkan jajarannya untuk menuntaskan kasus tersebut secara transparan dan profesional.

"Dugaan kami, klien kami ini adalah korban dugaan pembunuhan. Karena handphonenya dipegang Kapolres (Samosir) tapi bisa pegang atau memesan online sianida dari Bogor," jelas dia.

2 dari 2 halaman

Kejanggalan Lain

Adapun kejanggalan lainnya dalam kasus kematian Bripka Arfan Saragih, lanjut Kamaruddin, mulai dari luka trauma akibat benda tumpul di kepala, rahang, hingga transaksi pembelian racun sianida yang dinilainya janggal.

“Nah kemudian sianida dari bogor ini bisa pula sampai ke asparagus ini. Kemudian beliau dibunuh, kemudian ditemukan oleh pencari lain, pencari narkoba. Jadi ibaratnya ada orang lagi hisap-hisap narkoba ditemukan oleh polisi sedang menghisap narkoba, nah maka ditemukan klien kami di situ. Maka ini nggak masuk akal, karena dugaan mereka adalah dugaan karena ada utang atau ada kewajiban,” ujar Kamaruddin.

“Sedangkan utangnya itu sudah dibayar, sudah diusahakan dari keluarga-keluarga, dari orang tuanya, dari iparnya, dari semuannya dikumpulkan uang, baru diberikan lah kepada Kapolres (Samosir). Kemudian kalau misalnya katannya klien kami ini meninggal, lalu klien kami ini ada apa belakang kepalannya ini rusak atau lebam-lebam, itulah kira-kira kecurigaan kami untuk sementara waktu ini,” sambungnya.

Lebih lanjut, Kamaruddin menyatakan pihaknya tidak bisa membuat laporan ke Bareskrim Polri lantaran aduan tersebut masih tercatat di Polda Sumatera Utara. Sehingga kini hanya dapat bersurat meminta agar penanganan kasus kematian Bripka Arfan Saragih diambil alih Bareskrim Polri.

“Laporan di Bareskrim itu kalau sudah ada LP maka LP yang akan datang tidak bisa lagi dilaporkan, tapi disurati aja. Bersurat ke sini supaya LP itu ditarik, diambil alih ke sini,” Kamaruddin menandaskan.